Selasa, 19 Mei 2020

Menjelajah Jejak Tradisi Bumi Serumpun Sebalai

Keberagaman dan perbedaan sangat melekat erat sebagai bagian dari jati diri bangsa Indonesia. Setiap provinsi yang ada di Indonesia memiliki keuikan masing-masing. Salah satu potensi yang dimiliki setiap provinsi yang ada Indonesia adalah tradisi  yang menunjukkan identitas wilayah masing- masing.

Tradisi adalah kebiasaan masyarakat yang bersumber dari akar kehidupan yang dipercayai oleh masyarakat yang mendiami suatu wilayah. Menurut Olin Levi Warner tradisi adalah kepercayaan atau perilaku yang diturunkan dalam kelompok atau masyarakat dengan makna simbolis atau signifikan khusus dengan asal usul di masa lalu. Kata “tradisi” sendiri berasal dari bahasa Latin “traditio” yang secara harfiah memiliki arti mentransmisikan, menyerahkan, memberikan dan pengamanan.

Provinsi Bangka Belitung terbentuk pada tahun 2000 dengan semboyan yang melambangkan ciri khasnya yaitu serumpun sebalai. Kabupaten- Kabupaten yang ada di Bangka Belitung juga memiliki semboyan- semboyan yang menjadi pembeda dengan wilayah lain dan membangkitkan semangat kesatuan wilayah. Mayoritas semboyan yang digunakan mengandung nilai filosofis dari suatu daerah. Tidak hanya itu semboyan yang digunakan biasanya bersumber bahasa daerah setempat yang menunjukkan ciri khas kedaerahannya masing- masing.

Bumi Sepintu Sedulang merupakan semboyan dari Kabupaten Bangka dengan ibu kota Sungailiat. Sedangkan untuk Kabupaten Bangka Barat Negeri Sejiran Setason menjadi semboyan kebanggannya. Bagi masyarakat Bangkat Selatan sangat tidak asing dengan julukan Negeri Junjung Besaoh yang mengandung arti masyarakat yag menjunjung tinggi semangat gotong- royong. Untuk masyarakat Bangka Tengah sendiri Julukan Negeri Selawang Segantang sangat menggambarkan kehidupan masyarakatnya. Serta dua Kabupaten di Pulau Belitung pun memiliki semboyan masing- masing. Maju Terus Mawas Diri untuk Kabupaten Belitung dan Satu Hati Bangun Negeri untuk Kabupaten Belitung Timur. Kota Pangkal Pinang yang merupakan ibu kota Provinsi Bangka Belitung ini juga memiliki semoboyan yaitu Pangkal Kemenangan.

Selama ini jika mendengar tentang Bangka Belitung pikiran kita hanya tentang pantai-pantai indah yang tersebar di seluruh bagiannya. Tidak dipungkiri dibalik kelebihan itu Bumi Serumpun Sebalai juga menyimpan berbagai kelebihan lainya. Enam kabupaten dan 1 kota yang ada di Bangka Belitung memiliki tradisi yang berbeda yang menunjukkan eksistensi dan budaya masing- masing. Meskipun begitu, terdapat tradisi yang mempersatu semua wilayah di Bangka Belitung karena tradisi tersebut ada hampir di semua wilayah di Bangka Belitung.

Mayoritas masyarakat Bangka Belitung mungkin tidak asing dengan Tradisi nganggung. Tradisi nganggung biasanya dilaksanakan pada hari besar keagamaan umat islam yang dilaksanakan di masjid ataupun di balai desa. Tradisi nganggung acap kali difungsikan untuk menanamkan nilai kebersamaan, gotong royong, dan menjalin tali silaturahmi. Masyarakat akan membawa makanan yang diletakkan di dulang berbentuk lingkaran dan ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari daun mangkuang yang didominasi warna merah dengan beberapa garis berwarna kuning dan hijau.

Masyarakat duduk saling berhadapan dengan makanan diletakkan di bagian tengah. Sebelum menikmati hidangan biasanya diawali dengan tausiyah dari pemuka agama dan diiringi dengan doa bersama. Saat ini tradisi nganggung masih terus berjalan di Bangka Belitung hanya saja pengunaan dulang dan tudung saji yang merupakan ciri khas acara nganggung mulai jarang digunakan.

Tradisi lainnya dari Bumi Sermpun Sebalai yang mungkin sebagian dari kita sering mendengarnya yaitu tradisi rebo kasan. Tradisi rebo kasan mulai sulit ditemukan kecuali pada daerah- daerah tertentu. Waktu pelaksanaan rebo kasan tepat pada hari rabu terakhir bulan safar. Rebo kasan sendiri dipercaya oleh sebagian masyarakat adalah tradisi tolak bala. Ritual ini sering kali dilakukan oleh penduduk pesisir sebagai bentuk harapan agar diberikan hasil tangkapan yang melipah.

Terdapat tiga proses pokok ritual rebo kasan yaitu pencelupan air yang telah diberi doa yang dipercaya menghalau bencana, pencabutan ketupat lepas dan diakhiri dengan ritual makan bersama. Uniknya semua masyarakat yang menjalankan ritual ini semuanya menggunakan jubah putih kecuali tokoh agama islam yang menggunakan jubah putih dan serban. Pada zaman dulu setiap ingin keluar rumah sebelum menginjak tanah harus dilapisi dengan daun pisang. Tradisi rebo kasan memang hampir jarang ditemui meskipun begitu di Bumi Sepintu Sedulang tepatnya di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang tradisi ini masih terus dilestarikan.

Semua tradisi yang ada di Bangka Belitung sangat dominan dengan penduduk pesisir. Sama halnya dengan tradisi perang ketupat yang dilaksanakan oleh penduduk pesisir pada minggu ketiga bulan syakban. Tradisi perang ketupat dipercayai berhubungan dengan makhluk- makhluk halus. Seiring dengan berkembangnya agama- agama yang ada khususnya agama islam tata cara dan tujuan perang ketupat mulai berubah. Tradisi ini tidak lagi ditujukkan untuk makhluk halus melainkan lebih mengenang nenek moyang yang telah wafat.

Perang ketupat dapat kita jumpai di Desa Tempilang tepatnya di Negeri Sejiran Setason, Bangka Barat. Tujuan diadakan perang ketupat bagi sebagian orang adalah meminta perlindungan dan mencegah musibah yang meninmpa masyarakat Tempilang. Terdapat beberapa versi cerita mengenai tradisi perang ketupat. Menurut beberapa legenda dulunya terdapat siluman buaya yang sering memakan anak gadis sehingga masyarakat memuntuskan mengadakan tradisi meminta pertolongan untuk mencegah musibah ini. Tata cara perang ketupat diawali dengan penampilan penari- penari yang selanjutnya dilakukan dengan ritual berdoa yang melibatkan dukun darat dan dukun laut. Ketika ritual doa telah selesai maka dukun akan memberikan isyarat untuk melemparkan ketupat di punggung lawan kemudian dibalas satu sama lain seperti itu seterusnya. Namun dilarang untuk mengenai bagian kepala. Perang akan dimulai ketika peluit dibunyikan dan diakhiri dengan prosesi menghayutkan mainan perahu yang terbuat dari kayu ke laut. Penghanyutan ini bertujuan untuk mengantar makhluk halus kembali ke asalnya.

Terakhir, terdapat tradisi ruwah. Tradisi ruwah dimaksudkan sebagai wujud syukur terhadap limpahan rezeki serta untuk mendoakan orang tua dan kerabat yang telah wafat agar diberikan tempat yang sebaik- baiknya. Ruwah sangat kental dengan nilai religius dibuktikan dengan adanya acara layaknya hari raya. Tradisi ruwah juga dimaksudkan sebagai ajang silaturahmi. Semua orang bebas berkunjung ke semua rumah warga dan dihidangkan berbagai jenis makanan khas hari raya.

Masih banyak deretan tradisi unik dari Bangka Belitung. Penulis sejarah WP Goeneveldt dalam buku Historical Notes on Indonesia and Malaya: Compiled from Chinese Source, menyebutkan pembahasan tentang Pulau Bangka pernah ditulis dalam kitab klasik Cina, Hsing- cha Sheng- lan(1436) yang isinya Bangka Belitung merupakan wilayah kepulauan yang memilik pemandangan indah dengan sungai- sungai dan memilik tradisi- tradisi yang unik.

Walaupun sebagian orang menggangap tradisi adalah sesuatu hal yang kuno dan diluar logika manusia. Tetapi kita sebagai bangsa yang memilik berbagai tradisi unik yang tidak dimiliki negara lain harus tetap menghargai tradisi yang telah ada sejak dulu. Tidak selamanya tradisi bertentangan dengan kehidupan manusia sekarang . Belajar dari tradisi perang ketupat jika dulunya untuk mengusir makhluk halus seiring berkembangnya nilai keagamaan maka diartikan untuk mengenang nenek moyang yang telah wafat. Sama halnya untuk sekarang mungkin banyak tradisi yang tidak sesuai nilai kehidupan untuk itulah kita tetap melestarikan tradisi namun disesuaikan dengan tata kehidupan masa kini tanpa menghilangkan inti sari suatu tradisi.

Pada dasarnya semua tradisi yang ada tergantung cara seseorang menyikapinya. Jika melihat dari tradisi nganggung yang mengandung nilai gotong royong, kebersamaan, dan menjalin tali silaturahmi tidak ada salahnya kita tetap mempertahankannya. Sebagai masyarakat Bangka Belitung sudah sepantasnya kita bangga dengan tradisi- tradisi yang menggambarkan kehidupan masyarakat Bangka Belitung sendiri.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam Menyimak

"Malu bertanya sesat di jalan”   sadar atau pun tidak ungkapan ini telah banyak mempengaruhi pemikiran masyarakat saat ini. Bertanya se...