Selasa, 19 Mei 2020

Bijak Menyikapi Hoax

Simpang siur kabar yang diragukan kebenaranya selalu mencuat di berbagai media. Terkhusus media sosial yang jumlah penggunanya di Indonesia sendiri menyentuh angka 63 juta orang, menjadi sasaran utama berkembangnya berita-berita yang kerap mengandung unsur ketidakjelasan bahkan cendung mengandung kebohongan. Mengingat jumlah pengguna media sosial yang besar itulah, menimbulkan kekhawaitaran dari berbagai pihak akan merebaknya isu pembohongan publik atau hoax.

Hoax mulai dikenal sejak dirilisnya film The Hoax (2006) yang berkisah tentang aksi pembohongan dan penipuan terbesar di Amerika Serikat. Secara bersamaan perkembangan media sosial pun mulai diminati semua lapisan masyarakat di Indonesia. Ahli filologi Inggris, Robert Nares mengatakan bahwa kata ‘hoax’ muncul pertama kali pada abad ke 18 akhir. Hoax sendiri diduga berasal dari kata ‘Hocus’ yang berarti menipu.

Berbekal rasa keingintahuan dan haus akan informasi-informasi terkini memicu para pembuat berita menyajikan berita yang terkadang berbanding terbalik dengan fakta yang sesungguhnya. Berita bohong atau hoax sengaja dibuat untuk menarik perhatian publik sehingga ramai diperbincangkan atau viral.

Dalam Bahasa Inggris kata hoax memiliki makna tipuan atau menipu. Jadi dapat disimpulkan berita hoax ialah berita atau informasi yang tidak menunjukkan kebenaran sama sekali. Indikasi timbulnya berita-berita hoax ialah ketertarikan para pengguna media sosial akan berita yang menggundang rasa penasaran publik. Oleh karena itu, mereka akan berusaha mencari informasi itu sedetail-detailnya meskipun berujung pada berita bohong.

Isu penculikan anak menjadi isu yang cukup menarik perhatian publik. Untuk di Bangka Belitung sendiri isu semacam ini telah lama beredar dengan istilah “Penebuk”. Banyak pula publik bertanya akan kebenaran berita tersebut. Informasi terkait penculikan anak di seluruh Indonesia langsung disikapi tegas oleh berbagai pihak dan tentunya pihak kepolisian. Setelah dikonfirmasi, Kepala Kepolisian Repubik Indonesia langsung angkat bicara dan menyatakan jika isu terkait penculikan anak yang banyak beredar tidak benar atau hanya sebuah hoax.

Atas isu yang tidak benar ini tentu memberikan berbagai reaksi dari masyarakat. Anak-anak seolah takut berinteraksi dengan lingkungan dan tidak jarang mengurung diri seharian di rumah. Akibat yang cukup merugikan dirasakan oleh salah seorang warga kota Pontianak, Kalimantan Barat. Pria bernama Maman Budiman menjadi korban pengeroyokan massa atas tuduhan sebagai pelaku penculikan anak.

Kasus pembohongan publik tidak hanya di Indonesia, tetapi mancanegara pun ikut terkena imbas pelaku tidak bertanggung jawab ini. Penumpang pesawat Virgin Airlines diduga menerima ancama bom (APLiputan6.COM, New South Wales) yang ternyata berita itu hanya hoax semata. Disinyalir kejadian ini dimulai ketika tertulis ancaman bom di kertas pembuang muntah yang ditempatkan di toilet pesawat. Karena kejadian itu para penumpang dilaporkan melompat dari ketinggian lebih dari satu meter ke aspal di Bandara Albury, Australia sekitar pukul 09.30 waktu setempat, tidak lama ketika peswat mendarat.

Dengan berbagai kasus diatas menunjukkan bahwa hoax menuai berbagai ketidaksesuaian. Hoax sendiri masih ditindak lanjuti oleh berbagai pihak sehingga diharapkan berita-berita yang mencuat tidak merugikan khalayak umum. Revisi UU ITE  dapat dijadikan dasar untuk menjerat pembuat berita hoax dan yang menyebarkannya. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga mendukung penuh pemberantasan berita palsu atau hoax terlebih dalam media sosial. Namun ancama pidana tersebut sangat sulit diterapkan karena penyebaran berita akan sangat cepat jika berkaitan dengan media sosial.

Facebook pun ikut berpartisipasi dalam penanganan berita hoax. Facebook merilis platform baru untuk mengurangi penyebaran berita hoax. Tidak hanya facebook, pemerintah pun dapat ikut andil seperti sesegera mungkin mengklarifikasi jika ada berita yang dirasa tidak benar.

Sejarah perkembangan hoax agaknya dapat dijadikan teguran untuk para penyebar berita agar tidak mudah menyebarluaskan berita yang tidak didasarkan fakta. Begitu pun para penerima berita harus pintar-pintar memilah bahan informasi dan berusaha tidak mudah menyebarluaskan berita jika data atau faktanya masih belum memungkinkan kadar kebenarannya.

Bagaimana pun bentuknya hoax harus tetap ditindak lanjuti agar para pembuat berita hoax tidak semena-mena dalam membuat berita. Landasan yang didapat dari sebuah berita pun harus dapat dipertanggung jawabkan. Dengan terbiasa disajikanya berita-berita keliru bahkan bohong tidak menutup kemungkinan hoax akan memicu penurunan moral bangsa. Seperti halnya dalam kegiatan pemilihan umum. Masing-masing kandidat seolah ingin menjatuhkan satu sama lain dengan menyebar berita bohong. Sehingga berbagai pihak merasa terpengaruhi dan akan menyebarkan berita hoax yang mengundang aksi provokasi dan ujaran kebencian.

Banyak sekali berita yang diragukan kebenarannya justru dipercayai oleh banyak orang. Sebaiknya kita memilah berita yang akan dijadikan acuan informasi. Bentuk hoax yang paling sering diterima menunjukkan angka 62,10 % dalam bentuk tulisan 37,50% dalam bentuk gambar dan dalam 0,40% dalam bentuk video. Untuk itu jangan terlalu mudah menyebarkan suatu berita jika belum diserati fakta-fakta yang pasti.

Untuk mengetahui berita tergolong berita hoax dapat diketahui dengan melihat sumber berita. Jika sumber berita tidak jelas maka dapat dipastikan berita itu hanya sebuah berita bohong. Tindakan yang harus dilakukan ketika mendapati berita semacam itu adalah  menerapkan sikap waspada. Mewaspadai jika yang diberitakan terkesan terlalu sempurna untuk terjadi. Dan kita dapat mewaspadai jika berita tidak ditayangkan dalam media massa mana pun. Tidak hanya itu, yang perlu dilakukan ketika menerima berita heboh diantaranya mengkritisi kebenaran beritanya, kita bisa mengabaikan atau menghapusnya jika memang berita dirasakan tidak memberikan dampak positif. Namun kita juga dapat meneruskan berita tersebut jika berita yang kita peroleh dari seseorang dapat dipercaya dan tentunya bermanfaat.

Semua orang tentu memerlukan informasi sebagai bahan acuan untuk mengetahui perubahan dan perkembangan zaman. Namun berbagai oknum sengaja mempublikasikan informasi yang terkadang tidak sesuai fakta yang ada. Sayangnya, beberapa orang lebih mudah terpengaruh meskipun informasi yang didapat belum disertai bukti yang jelas. Untuk itu di zaman yang serba modern ini seyogianya kita mencari informasi di berbagai sumber yang lebih jelas dan tepercaya. Agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan jangan sesekali memercayai bahkan menyebarkan berita yang belum tertera kejelasan sumbernya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Etika dalam Menyimak

"Malu bertanya sesat di jalan”   sadar atau pun tidak ungkapan ini telah banyak mempengaruhi pemikiran masyarakat saat ini. Bertanya se...