Pemberitaan terkait pandemi COVID-19 hingga hari ini
masih terus bergulir. Sejauh ini, angka positif terus bertambah setiap harinya.
Kenaikan jumlah itu, juga diiringi dengan peningkatan pasien yang meninggal
dunia. Namun dibalik itu semua, setidaknya masih ada angin segar terkait
pandemi ini. Kabar pasien yang sembuh setidaknya memberikan harapan bahwa masih
ada kesempatan untuk menyudahi virus yang pertama kali ditemukan di Kota Wuhan
ini.
Selain tentang sembuhnya pasien, pandemi COVID-19 seolah
juga memperlihatkan masih banyak tangan baik yang dengan ikhlas saling membantu.
Mulai dari bantuan berupa tenaga, materi, hingga kepedulian untuk saling
mengingatkan terkait pandemi ini. Saling mengingatkan tentang bahaya COVID-19
merupakan sumbangsih yang harus diambil alih agar masyarakat dapat terdukasi
terkait pandemi COVID-19 ini.
Berbagai anjuran dan larangan diterapkan pemerintah untuk
memutus rantai penyebaran COVID-19. Seperti selalu cuci tangan dengan, menggunakan
masker, hingga memperhatikan etika bersin dan batuk. Selain itu, masyarakat
dihimbau untuk dan tetap di rumah kecuali ada hal yang mendesak. Ketika harus
keluar pun, masyarakat harus menjaga jarak fisik (physical distancing). Terkait
himbauan tersebut muncullah tagar #dirumahsaja di berbagai media sosial yang
menunjukkan diindahkannya himbauan tersebut. Adanya tagar tersebut seolah memperlihatkan
adanya respons masyarakat untuk ikut membantu menanggulangi penularan COVID-19.
Sejalan dengan himbauan untuk di rumah saja maka beberapa
aktivitas pun mulai diterapkan dari rumah. Termasuk dalam hal bekerja dan
sekolah. Bekerja dari rumah (work from home) mulai diterapkan di
beberapa perusahaan atau instansi. Pun demikian dengan persekolahan. Sekolah
dan kuliah mulai memanfaatkan teknologi komunikasi dan aplikasi penunjang
sekolah online agar pembelajaran dapat tetap berjalan di situasi saat
ini.
Semenjak pemberitaan terkait COVID-19 merebak,
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dapat dikatakan salah satu kampus yang
paling tanggap. Surat edaran terkait sistem kuliah pun dikeluarkan. Sistem
perkuliahan untuk sementara waktu dijalankan secara online, dengan
memanfaatkan teknologi guna mendukung kegiatan perkuliahan tetap berjalan.
Terkait pergantian sistem kuliah yang diterapkan berbasis
online ini, secara tidak langsung juga menimbulkan berbagai reaksi. Ada yang
menyangkan sebab tidak dapat lagi belajar sacara tatap muka, dan juga ada yang
malah memanfaatkan kondisi ini untuk kembali ke kampung halaman mengingat batas
waktu perkuliahan secara online ini yang cukup lama.
Sebenernya pulang kampung atau mudik ini juga membuat para
mahasiswa merasa dilema. Setidakanya bagi saya yang akhirnya tetap memilih
pulang kampung. Sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang kampung, beberapa
pertimbangan ikut menjadi alasan yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk
tetap pulang.
Seperti halnya, pikiran saya terkait batas kuliah online
ini cukup lama dan memiliki kemungkinan untuk dapat diperpanjang. Mengingat
kondisi yang demikian, secara tidak langsung kuliah dapat tetap berlangsung
meskipun saya sedang di rumah. Saya pun mempertimbangkan lagi kalau pada saat
lebaran Idul Fitri nanti kemungkinan saya tidak akan dapat pulang sama halnya
seperti lebaran Idul Adha kemarin. Sebab tenggat waktu yang tidak sinkron.
Usai mengabari orang tua saya terkait surat edaran itu,
orang tua saya yang awalnya menyerahkan keputusan itu pada saya akhirnya malah
berbalik mendesak saya untuk pulang. Saya paham betul tentang kekhawatiran
orang tua. Mengingat pada saat itu, di DIY sudah ada satu kasus positif.
Sedangkan di daerah saya masih belum ada yang terinfeksi COVID-19 ini. Setelah
mengecek harga tiket, bisa dikatakan harga saat itu tergolong murah karena
hanya setengah harga dibandingkan harga normal. Akhirnya saya pun pulang,
meskipun dalam pikiran saya masih dibayang-bayangi himbauan untuk tidak pulang
kampung.
Menurut saya pribadi, himbauan itu sangat masuk akal.
Apalagi yang dikhawatirkan bilamana ketika pulang ke kampung halaman malah saya
yang ternyata membawa virus itu dan
menyebarkan virus itu ke orang disekitar saya. Saya akui saya memang saya
tidak disiplin. Namun mengingat saya adalah perantau dan perempuan, saya takut
kalau-kalau saya harus sendiri di kos.
Mengingat penguhi kos lain yang rumahnya masih seputaran Jawa Tengah.
Rasa was-was pulang pun mulai saya rasakan. Saya mempersiapkan betul segala
keperluannya. Seperti masker dan lain-lain. Alhamdulillah saya tiba dengan
selamat di kampung halaman saya di Bangka. Sesampainya di rumah, rasa bersalah
saya itu saya tebus dengan melakukan isolasi mandiri selam 14 hari dirumah.
Saya tidak keluar rumah dan menghindari keramaian. Hingga 14 hari masa isolasi
mandiri, saya tidak merasa ada gejala yang menunju ke arah sana dan hingga hari
ini sudah masuk minggu ke 3.
Memang hal ini penuh dilematik, namun dari kesalahan saya
itu saya menyadari mungkin ada hikmah yang sedang Allah SWT tunjukan. Saya jadi
teringat percakapan saya dan Ibu jauh sebelum COVID-19 ini merebak. Ibu mendesak
saya untuk pulang saat lebaran. Namun saya memberi pengertian kepada beliau
untuk menunggu sampai liburan semester karena saya merasa akan tanggung kalau
saya pulang saat lebaran karena liburnya sedikit. Lagi pula setelah lebaran
malah akan dilaksanakan UAS.
Pikiran positif saya, malah menunjukkan kalau ini jalan
Allah SWT untuk memenuhi doa ibu saya yang mungkin ingin bertemu dengan saya
dan berpuasa serta berlebaran bersama. Meskipun saya tidak menampik ingin
segera wabah ini diangkat oleh Allah.
Segala sesuatu yang terjadi memang pasti akan ada
hikmahnya. Allah tidak akan memberikan cobaan kepada suatu kaum melaimpaui
batas kemampuan mereka. Saya percaya dengan ikhitar semua orang, wabah ini akan
segera berakhir dan diangkat dari seluruh penjuru dunia. Semoga kondisi cepat
membaik, dan kita bisa bersitatap dengan dunia yang juga jauh lebih membaik
usai beristirahat.
MARET, 2020