Perjalanan dimulai saat kami melewati kampung dengan sisi kanan dan kiri ditumbuhi pepohonan kelapa sawit. Jalanan tampak teduh dan sejuk. Tidak ada satu pun rumah di sepanjang jalan. Hingga sekitar ratusan meter barulah tampak perkampungan warga. Saat itulah pelajaran dimulai (namun aku tidak akan menceritakan bagian ini, demi menjaga kenyamanan satu sama lain :)
Setelah satu desa, kami ke desa lainnya. Untuk kali ini yang paling membekas. Karena jarak yang ditempuh cukup melelahkan apalagi harus dihadapkan dengan kondisi jalan yang bisa dibilang tidak dalam kondisi baik. Debu-debu berterbangan membuat mata terasa pedih. Melihat kondisi ini, aku sedikit berbincang dengan temanku.
Memang salut aku pada salah dua dari mereka yang berasal dari desa ini. Mereka rela menempuh jarak yang jauh demi sekolah. Mereka pun tampak datang paling pagi-dibandingkan temanteman lain yang rumahnya lebih dekat dari sekolah. Jadi memang tidak alasan untuk malas atau enggan ber sekolah. (Pelajaran kedua)
Kampung selanjunya. Ini yang paling membuatku tidak bisa menghalihkan segala pandangan. Jalanan disini seperti baru diaspal. Apalagi bukit-bukit berdiri persis didepan jalan. Sebenarnya aku pernah melewati jalan ini, namum tidak kusanggaka ketika menikmatinya dengan sepeda motor, semua bagitu memukau. Aku benar-benar tidak berlebihan. Rasanya ingin setiap hari melewati jalan itu. Jalan yang menujukkan arti kesyukuran. (Pelajaran ketiga)
Ada cerita selipan:
Kata ibuku ayah sempat meminta menyusulku karena begitu khawair. Ini sangat kontradiksi dengan jawaban ayah ketika aku telpon yang terdengar santai dan tidak ada khawatir sedikit pun :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar