Pakaian Paksian
Pakaian adat pengantin masyarakat pulau
Bangka adalah baju kurung merah yang biasanya terbuat dari bahan sutra atau
beludru yang disebut juga baju seting. Pada bagian pangkal terdapat mahkota,
sedangkan pada bagian bawah terdapat kain tenun Cual.
Pakaian adat ini merupakan perpaduan dari
kebudayaan Cina dan Arab. Pada zaman dahulu banyak pedagang dari Cina dan
penyiar agama Islam dari Arab yang masuk ke pulau Bangka, sehingga terjadilah
perkawinan antara keduanya dan memberi dampak pada pakaian adat untuk
pernikahan mereka. Pakaian adat tersebut dinamakan oleh masyarakat Bangka
dengan sebutan “Paksian”.
Adapun klasifikasi simbol/tanda yang ada pada
pakaian pengantin di atas adalah sebagai berikut:
Mahkota
(abstraksi dari bentuk burung merak), makna filosofinya adalah lambang
kecantikan, dikagumi/disayangi oleh banyak orang, namun jangan jadikan itu
sebagai kesombongan diri terhadap orang lain. Artinya kedua mempelai yang
mengenakan pakaian ini diharapkan dapat menjadi pasangan yang disayangi
banyak orang dan tidak membuat keduanya menjadi manusia yang sombong.
Bunga, motif bunga merupakan motif yang
melambangkan kesucian, keanggunan rezeki dan segala kebaikan. Artinya suatu
pernikahan itu adalah suci, dan barang siapa yang melaksanakan pernikahan
akan mendapat rezeki yang agung dan segala kebaikan. Warna dominan (merah), yaitu melambangkan kehangatan, kekuatan,
kegembiraan. Artinya adalah barang siapa yang mengenakan pakaian ini
diharapkan bahwa terwujudnya kehangatan dalam rumah tangga mereka,
terciptanya kekuatan bahtera rumah tangga dan kegembiraan antara keduanya
yang melaksanakan pernikahan.
Warna
kuning/emas pada setiap pernak-pernik pakaian yaitu melambangkan kemegahan/istimewa,
keramahan. Artinya kedua mempelai yang sedang melaksanakan pernikahan
tersebut adalah sesosok yang istimewa dan diharapkan dapat bersikap ramah
tamah terhadap orang banyak.
Selempang berwarna hitam dihiasi ornamen berwarna kuning dan putih serta kalung bunga serangkai berbentuk bulat, yaitu
bermakna keberkatan, keselamatan, kehormatan, wibawa, percaya diri dan harga
diri. Artinya setiap pria
yang melangsungkan pernikahan diharapkan dapat menjadi sesosok kepala rumah
tangga yang berwibawa, penuh percaya diri sebagai kepala rumah tangga dan
dapat dijadikan sebagai penyangga keselamatan keluarga yang waktunya tiada
batas (selamanya).
Kain Tenun Cual
Kain Cual merupakan karya seni
rupa tradisional yang berasal dari Pulau Bangka. Cual merupakan singkatan
dari “Celupan Awal” pada benang yang akan diwarnai
kemudian ditenun. Menenun kain Cual merupakan aktivitas perempuan Bangsawan
Muntok, daerah yang terletak di ujung barat Pulau Bangka, pada awal abad
ke-18. Tenun ikat Cual Muntok adalah perpaduan antara teknik sungkit dan
tenun ikat.
Pada awalnya, pembuatan kain cual ini hanya
boleh dilakukan oleh para putri bangsawan saja. Namun seiring berjalannya
waktu karya seni tenun ini menjadi warisan budaya masyarakat Bangka pada
umumnya, kain tenun Cual sudah mulai diproduksikan oleh masyarakat umum Pulau
Bangka, meskipun jumlahnya tidak banyak. Ini
menunjukkan bahwa masih adanya kesadaran individu maupun kelompok yang ada di
Pulau Bangka akan pentingnya suatu kebudayaan lokal.
Adapun klasifikasi motif secara
umum terbagi menjadi dua, yaitu: motif ruang kosong (Jande Bekecak), jika diartikan kedalam bahasa
Indonesia yang artinya adalah janda bersolek. Motif penuh (Penganten Bekecak) artinya adalah
pengantin bersolek. Dilihat dari
temanya, motif-motif kain tenun Cual merupakan abstraksi dari berbagai bentuk
tumbuhan, hewan dan benda alam yang ada di Pulau Bangka.
Berikut ini adalah beberapa contoh
penafsiran motif kain tenun Cual Bangka yang sarat akan makna. Di antaranya
adalah motif Kembang Rukem, Kembang Kenanga, Kembang Setangkai, Gajah Mada,
dan Bebek. Simbol/tanda
(bunga/kembang) merupakan signifier sedangkan signified (makna)
adalah melambangkan kesucian, keagungan, dan segala kebaikan.
Ketiga motif bunga kain tenun Cual di atas merupakan simbol dari
identitas daerah, karena ketiga macam bunga tersebut merupakan
tumbuh-tumbuhan yang dapat dijumpai di pulau Bangka, dengan kata lain bahwa
ketiga macam bunga tersebut merupakan kode cultural.
Motif Gajah Mada (signifer) merupakan
ungkapan para leluhur masyarakat pulau Bangka yang berprofesi sebagai penenun
kain Cual, bahwa pada zaman dahulu wilayah pulau Bangka pernah disinggahi
oleh kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada. Suatu simbol
dapat ditemukan didalam cerita/sejarah (signified). Tanda-tanda
yang ditata atau dibuat oleh para leluhur dapat diartikan sebagai suatu
konotasi kebangsaan.
Motif bebek. Simbol bebek (signifier) yaitu merupakan lambang dari persatuan dan
ketertiban (signified). Jika kita lihat bebek selalu hidup
berkelompok, dan ketika berjalan mereka menunjukkan ketertiban antara satu
dengan lainnya saling beriring sejalan.
Pemahaman
mengenai bahasa rupa karya seni tradisional nusantara perlu kita pahami agar
menjadi suatu pengetahuan bagi kita dan para generasi penerus bangsa,
sehingga produk-produk kebudayaan nusantara semakin dicintai dan
kelestariannya tetap terjaga.
|